Beliau –Mujahid- berkata, ”Laat –dahulunya- adalah seorang yang membuat adonan tepung –gandum- untuk mereka –yang berhaji-. Kemudian dia mati, mereka beri’tikaf di kuburannya.”[5]
Jadi, jelaslah bahwa sebab penyembahan kepada Wad, yaghuts, Ya’uq, Nasr, dan Laat adalah pengagungan terhadap kubur mereka, kemudian dibuatlah patung-patung mereka hingga disembah.[6]
Penyembahan Kubur dari Masa ke Masa
Apa yang disebutkan di atas –yang dilakukan oleh kaum Nuh ’alaihissalaam – merupakan asal-usul terjadinya penyembahan terhadap kubur yang merupakan sumber permulaan kesyirikan yang terjadi di dunia.
Meskipun kemudian Allah subhanahu wa ta’ala telah membinasakan mereka, karena menentang ajakan rasul-Nya Nuh ’alaihissalaam agar mereka kembali kepada tauhid, beribadah hanya kepada Allah. Namun, penyembahan terhadap orang-orang shalih terus menyebar, sampai kepada umat-umat setelahnya seperti kaum ’Ad –kaum Nabi Hud ’alaihissalaam-, Tsamud –kaum Nabi Shalih ’alaihissalaam-, Madyan –kaum Nabi Syu’aib ’alaihissalaam-, dan yang lainnya.
Bahkan dengan jelas bahwa keyakinan Quburiyyah (penyembahan kubur) telah masuk dalam filsafat yunani, seperti yang dikibarkan Aristoteles dan murid-muridnya, di samping mereka juga adalah para penyembah patung.
Racun Quburiyyah terus menyebar sampai kepada kaum Yahudi dan Nasrani, di mana mereka termasuk orang-orang yang menyembah kubur para nabi dan orang-orang shalih. Dan terus berkembang dengan berbagai bentuknya, sampai bermunculan beragam peribadatan kepada berhala, patung, bebatuan dan pepohonan yang memiliki hubungan dengan kuburan dan para penghuninya –yang diyakini sebagai orang-orang shalih-. Hingga sampailah keyakinan Quburiyyah ini kepada kaum musyrikin Arab. Pada asalnya dahulu mereka berada di atas millah (ajaran) Nabi Ibrahim ’alaihissalaam yaitu ajaran tauhid. Akan tetapi syaitan elah menggelincirkan mereka dan menghias-hiasi mereka agar beribadah kepada kubur dan para penghuninya, sehingga mesuklah bermacam-macam penyembahan kepada berhala-berhala melalui jalur peribadatan kepada kubur sebagai pembukanya.[7] ((Disalin dari Majalah Fatawa vol. 09/ Th. I/ 1424 H – 2003 M))
[1] Lihat Juhud ‘Ulama al-Hanafiyyah fi Ibthali Aqaid al-Quburiyyah (I/17-18) dan (I/401-405), karya DR. Syamsuddin as-Salafi al-Afghani –rahimahullah- [2] Ighatsah al-Lahfan (I/286)
[3] Idem (I/287). Dan lihat pula Kitab at-Tauhid dan syarahnya, Fath al-Madjid, (I/281) tahqiq Abu Muhammad Asyraf Abdul Maqshud.
[4] H.R. Bukhari (no. 424, 3660), dan Muslim (no. 528). Dan ini adalah lafal Bukhari.
[5] Lihat Tafsir Ath-Thabari tentang tersebut, suraan-Najm ayat ayat 53
[6] Lihat Ighatsah al-Lahfan (I/287-288)
[7] Lihat Juhudul Ulama al-Hanafiyyah (I/18-19) dan (I/407-417)
Penyembahan Kubur di Tubuh Umat Islam
Sampai Allah mengutus nabi dan rasul-Nya Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam setelah sekian lama tidak ada pengutusan rasul. Maka Allah memberi manusia hidayah melalui kenabian Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam dan apa yang dibawanya berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk. Allah satukan mereka di atas Islam, agama tauhid, setelah mereka tercerai-berai dan saling bermusuhan, setelah rusaknya akhlak dan keyakinan manusia, sehingga menjadi bersaudara. Allah telah selamatkan mereka dari jurang api neraka dengan Islam yang inti ajarannya adalah tauhid.”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.” (QS. Ali Imran: 103)Patung-patung dan berhala-berhala telah dihancurkan, kuburan-kuburan yang dibangun telah diratakan[1], serta telah dimusnahkan setiap apa yang disembah selain Allah, dan jadilah agama ini semua hanya milik Allah.”Dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. Al-Anfal: 39)Manusia –saat itu- telah menjadi kaum muslimin yang bertauhid, beribadah lepada Allah tetap menghendaki mereka menjadi kaum musyrikin, munafikin maupun ahli kitab. Tidak ada statu penyimpangan pada Amat ini kecuali akan diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, di antaranya beliau shallallahu ’alaihi wasallam memperingatkan umatnya untuk tidak menjadikan kuburnya sebagai tempat yang diibadahi. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang artinya,“Dan janganlah kalian jadikan kuburku sebagai ‘Id.”[2]Dalam hadits lain beliau shallallahu ’alaihi wasallam berdoa kepada Allah agar tidak menjadikan kuburnya sebagai berhala yang disembah sambil memperingatkan umatnya akan hal itu,”Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah, amat besar kemurkaan Allah atas suatu kaum yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.”[3]Sehingga tidaklah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam wafat melainkan Islam benar-benar mengalami kemajuan, kejayaan, dan kemenangan, sebagai janji Allah bahwa Islam akan dimenangkan di atas agama-agama yang alin.”Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci.” (QS. Ash-Shaf: 9)Keadaan tersebur berlanjut sampai masa para Khulafa’ Rasyidin, hingga kaum muslimin berhasil melumpuhkan dua kerajaan adidaya –pada saat itu-, Persia dan Romawi, yang sebelumnya merupakan dua kerajaan yang kuat dan tangguh menjadi takluk dan kehina-dinaan
No comments:
Post a Comment