Maka jelas keadaan yang demikian tidaklah disenangi oleh musuh-musuh Islam, baik Yahudi, Nasrani maupun kaum musyrikin para hamba kubur, berhala dna patung. Mereka membuat perencanaan yang rapih lagi rahasia untuk mengembalikan kaum muslimin ke keadaan seperti di masa jahiliyyah dahulu. Di antaranya adalah dengan virus ghuluw (sikap berlebihan) dalam memuji dan mengagumi orang-orang shalih sampai mengagungkan kuburan mereka yang jelas tidak pernah diijinkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Maka diujilah kaum mislimin dengan munculnya seorang mulhid, zindiq, musyrik, munafik, dan seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam yaitu Abdullah bin Saba’.
Dia menebarkan keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiallahu ’anhu adalah tuhan yang disembah dan dia hidup kembali setelah matinya, sebagaimana menebarkan keyakinan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam hidup kembali setelah wafatnya, demikian juga para wali yang telah mati, sebagaimana layaknya hidup di dunia.Abdullah bin Saba’ memiliki satu organisasi rahasia yang dikenal dengan sebutan Saba’iyyah yang merasuk dalam tubuh umat Islam, yang kemudian berkembang sampai menjadi kelompok/ firqah Rafidhah[4] dan semisalnya seperti Isla’iliyyah, Qaramithah, Nushairiyyah, dan yang lainnya dari kelompok-kelompok Bathiniyyah[5].
Mereka ini adalah orang-orang yang dikenal sebagai para penyembah kuburan dan penghuninya. Mereka membangun masjid-masjid dan kubah-kubah di atas kuburan[6], yang dengan demikian mereka telah menghidupkan sunnah-sunnah umat Yahudi, nasrani dan Musyrikin.Jadi, dalam tubuh umat ini benar-benar telah muncul satu firqah quburiyyah (penghamba kubur) dalam wujud Rafidhah. Merekalah firqah yang memakmurkan kuburan-kuburan, sementara mereka meninggalkan meskid-masjid.Tidak ketinggalan dengan buku-buku filsafat Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang juga ikut berperan dalam menyebarkan keyakinan Quburiyyah dan penyembahan kepada berhala. Banyak dari kaum muslimin yang membaca dan mempelajarinya terpengaruh dengan filsafat tersebut, di antaranya adalah keyakinan terhadap kubur.
Seperti al-farabi, Ibnu Sina, ath-thusi dan yang lainnya yang mempermainkan Islam –dengan memasukkan filsafat Yunani tersebut ke dalam Islam-, sebaimana Paulus (65 M)[7] mempermainkan agama nasrani. Lau diikuti oleh kelompok ahli kalam seperti Maturidiyyah dan Asy-’Ariyyah Kullabiyyah yang duduk menekuni buku-buku filsafat sehingga mereka terpengaruh dengan aqidah quburiyyah kaum filsafat.Sebagaimana telah muncul firqah Shufiyyah yang juga memilki peran besar dalam menebarkan ajaran quburiyyah. Bahkan pengaruh mereka ini lebih besar dan lebih menyebar hampir di seluruh dunia Islam. Sederetan tokoh-tokoh yang sangat dikenal di kelangan mereka, seperti al-Hallaj (309 H), Ibnul Faridh (632 H), Ibnu Arabi (638 H), Ibnu Sab’in (669 H), at-Tilmisani (690 H), Asy-Sya’rani (973 H) dan yang lainnya, disamping membawa bencana di tengan umat ini dengan aqidah ’hululiyah’ dan ’ittihadiyyah (wihdatul wujud)’-nya[8], mereka juga membawa aqidah quburiyyah yang merupakan warisan kaum Nuh ’alaihissalaam serta Yahudi dan Nasrani.
Kemudian melalui jalur mereka, rafidhah, kaum filsafat, ahli kalam dan shufiyyah itulah, aqidah quburiyyah menjalar sampai mempengaruhi banyak kaum muslimin yang menisbatkan diri mereka kepada imam-imam yang empat (sedangkan para imam tersebut berlepas didi dari mereka). Bahkan virus quburiyyah ini juga berhasil merambat ke kalangan orang-orang yang menisbatkan kepada ilmu –bagaimana lagi dengan yang awam-, kecuali yang Allah selamatkan dari hamba-hamba-Nya yang bertauhd.Kemudian semakin kuat aqidah quburiyyah menyebar.[9] Wallahul Musta’an.
Sekilas Balik Tentang Firqah-firqah Quburiyyah dalam Tubuh Umat Islam.
Dari penjelasan di atas, kita dapati bahwa firqah-firqah quburiyyah itu banyak jumlahnya. Namun, mereka ini berbeda-beda dalam tingkat ghuluw (melampaui batas)-nya, bermacam-macam nama mereka bergantung pada penisbatannya kepada tokoh-tokoh atau madrasah tempat mereka berguru. Sebagian mereka ada yang betul-betul tergolong penghamba berhala tulen, sebagian meyakini beberapa aqidah quburiyyah yang syirik, dan sebagian lain hanya terpengaruh dengan bebeapa kebid’ahan quburiyyah.Di antara firqah-firqah quburiyyah tersebut –sebagian telah tersebut diatas- adalah sebagai berikut.Rafishah –dengan berbagai sekte-sektenya-, Shufiyyah –Hululiyyah dan Ittihadiyyah- yang paling melampaui batas di antara yang lain, Qadiriyyah, Rifa’iyyah, Syadziliyyah, Al-Jasytiyyah, Al-Badawiyyah, Naqsyabandiyyah, tijaniyyah dan lain-lain dari firqah-firqah Shufiyyah. Kemudian kebanyakan ahli filsafat dna manthiq, serta ahli kalam seperti Jahmiyyah, Maturidiyyah dan sebagian Asy-’ariyyah Kullabiyyah. Demikian juga Brelawiyyah, Deobandiyyah, dan banyak dari Tabligh, serta yang lain-lain.[10] ((Disalin dari Majalah Fatawa vol. 09/ Th. I/ 1424 H – 2003 M))
[1] Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kaum muslimin ketika Fathu Makkah, dan sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu yang artinya,”Jangan kamu biarkan satu patung (gambar) pun kecuali kamu hapus/ hilangkan, dan (jangan pula kamu biarkan) satu kubur pun yang dibangun kecuali kamu ratakan.” (Shahih Muslim no. 969)
[2] H.R. Abu Daud (no. 2042) dan Imam Ahmad (II/367), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud (I/383, hadits no. 1769). Dan makna ’Id adalah sesuatu yang dibiasakan baik tempat (seperti halnya Masjidil Haram dan Masjid Nabawi) maupun waktu (seperti ’Idul Fitri dan ’Idul Adha).
[3] H.R. Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (no. 414, I/172), dishahihkan oleh Syaikh al-albani dalam Tahdzir as-Sajid (hal. 18-19)
[4] Salah satu sekte Syi’ah yang ekstrim, dinamakan Rafidhah karena mereka meninggalkan Zaid bin Ali bin Al-Husain, menolak dan menghinanya, karena Zaid menolak untuk berlepas diri dari Abu Bakr dan Umar radhiallahu ‘anhuma. Lihat al-Farqu bain al-Firaq (24-25), as-Siyar (V/390), dan Taj al-’Arus (V/34)
[5] Ini adalah nama-nama bagi sekte-sekte kecil dalam Rafidhah. Disebut Bathiniyyah karena mereka meyakini bahwa zhahir al-Qur’an dan hadits itu terdapat sesuatu yang tersembunyi, sebagaimana ada kulit (luar) dan ada isi (inti/ hakikat). Disebut Isma’iliyyah karena dinisbatkan kepada salah seorang tokoh mereka yang bernama Muhammad bin Isma’il bin Ja’far (198 H). Disebut Qramithah, karena dinisbatkan kepada Hamdan Qurmuth, salah seorang da’i mereka. Disebut Nushairiyyah, karena dinisbatkan kepada Muhammad bin Nushair al-Bashri (260 H).
[6] Herannya kaum muslimin menjadikannya sebagai suatu budaya ayau seni khas Islam yang mana Islam berlepas darinya. (Pen.)
[7] Nama aslinya Syawul, seorang Yahudi berkebangsaan Romawi, lahir di Thurthus, berpura-pura memeluk agama Nasrani, dengan tujuan untuk merusak dan menyimpangkan kaum Nasrani.
[8] Hululiyyah yaitu keyakinan bahwa Allah berada dalam segala sesuatu (makhluk). Sedangkan Ittihadiyyah/ wihdatul wujud yaitu keyakinan bahwa segala sesuatu (makhluk) itu hakikatnya adalah Allah, atau bahwa Allah itu makhluk dan makhluk itu Allah. Ittihadiyyah ini lebih sesat dari hululiyyah karena ittihadiyyah tidak membedakan antara Allah dengan makhluk, bahkan mereka lebih sesat dari Yahudi dan Nasrani.
[9] Lihat Juhud ‘Ulama al-Hanafiyyah (I/21-27), dan lihat perkataan al-‘Allamah Syukri al-Alusi di (I/469).
[10] Lihat Juhud ‘Ulama al-Hanafiyyah (I/27-29)
No comments:
Post a Comment