Berikut ini adalah penjelasan tentang status riwayat dari sebuah doa yang sangat populer di masyarakat kita. Oleh sebagian orang dijadikan sebagai bacaan puji-pujian sebelum shalat dan sebagian yang lain menjadikannya sebagai bacaan ‘wajib’ sebelum atau setelah pengajian. Bacaan ini di masyarakat kita dikenal dengan sebutan bacaan senandung al Qur’an.
معضل داود بن قيس:
Hadits mu’dhal (ingat mu’dhal termasuk hadits yang lemah karena sanadnya tidak bersambung, pent) yang dibawakan oleh Daud bin Qois
أن النبي كان يدعو عند ختم القرآن: ((اللهم ارحمني بالقرآن, واجعله لي إماماً, ونوراً, وهدى ورحمةً, اللهم ذَكِّرْني منه ما نسيت, وعلّمني منه ما جهلت, وارزقني تلاوته آناء الليل, واجعله لي حجة يا رب العالمين)).
Sesungguhnya Nabi jika khataman al Qur’an biasa mengucapkan kalimat berikut ini:
Allhummarhamni bilqur’an. Waj-‘alhu li imaman wa nuran wa hudan wa rohmah. Allhumma dzakkirni minhu ma nasitu wa ‘allimni minhu ma jahiltu warzuqni tilawatahu aana-allaili waj-‘alhu li hujatan ya rabbal ‘alamin.
Artinya, “Ya Allah sayangilah aku dengan sebab al Qur’an dan jadikanlah al Qur’an untukku sebagai pemimpin, cahaya, petunjuk dan rahmat. Ya Allah, ingatkanlah aku akan ayat-ayat al Qur’an yang kulupa, ajarilah aku tentang isi al Qur’an yang tidak aku ketahui dan berilah aku nikmat bisa membacanya di waktu malam. Jadikanlah al Qur’an sebagai membelaku wa tuhan semesta alam”.
ذكره الغزالي في: الإِحياء( ), ولما ترجمه السبكي في: الطبقات( ) ساق الأحاديث التي لم يجد لها إسناداً في: الإِحياء, وذكر منها هذا الحديث( ).
Hadits ini disebutkan oleh al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin 1/278. Tatkala as Subki membahas biografi al Gazali dalam Thabaqat as Syafiiyyah al Kubro 6/286-386, beliau menyebutkan hadita-hadits yang tercantum dalam kitab Ihya Ulumuddin namun pada realitanya tidak memiliki sanad. Di antara yang hadits yang disebutkan oleh as Subaki adalah hadits di atas. Lihat Thabaqat as Syafiiyyah al Kubro 6/301.
لكن في تخريج العراقي لأحاديث الإِحياء قال( ): (رواه أبو منصور المظفر بن الحسين الأرجاني, في: فضائل القرآن, وأبو بكر بن الضحاك في: الشمائل, كلاهما من طريق أبي ذر الهروي, من رواية: داود بن قيس, معضلاً) اهـ.
Namun dalam Takhrij kitab Ihya Ulumuddin untuk hadits-hadits yang ada dalam kitab Ihya’ Ulumuddin pada 1/287 al Hafizh al ‘Iraqi mengatakan, “Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Manshur al Muzhaffar bin al Husain al Arjani dalam kitabnya Fadha-il al Qur’an dan Abu Bakr bin al Dhahhak dalam al Syama-il. Sanad yang ada di dua kitab tersebut semuanya bersumber dari abu Dzar al Harawi dari Dawud bin Qois secara mu’dhal (ada dua perawi dalam sanadnya yang gugur secara berturut-turut)”.
والزركشي في ((البرهان))( ) عزاه للبيهقي في ((الدلائل)) ولم أره في كتاب الدلائل المطبوع عام 1405هـ وذكره الغافقي في: فضائل القرآن ولم يذكر مخرجه كعادته. مخطوط. فالله أعلم.
Sedangkan al Zarkasyi dalam buku al Burhan 1/475 mengatakan bahwa hadits di atas diriwayatkan oleh al Baihaqi dalam Dala-il al Nubuwwah akan tetapi aku tidak menjumpai hadits tersebut dalam kitab Dala-il al Nubuwwah yang dicetak tahun 1405 H. Hadits di atas juga disebutkan oleh al Ghafiqi dalam kitabnya Fadha-il al Qur’an -yang masih berupa manuskrip-, akan tetapi beliau tidak menyebutkan siapa yang meriwayatkannya sebagaimana kebiasaan beliau.
Sumber: Juz fi Marwiyat Du-a Khatmi al Qur’an karya Syaikh Bakr Abu Zaid Hal 16-17.
Kesimpulan
Bacaan yang dikenal dengan sebutan senandung al Qur’an adalah berdasarkan hadits lemah yang tidak boleh dijadikan dalil dalam beragama dan beribadah kepada Allah.
sumber: http://artikelassunnah.blogspot.com/2010/07/status-riwayat-senandung-al-quran.html
No comments:
Post a Comment