Antara Kesombongan Yahudi dan Kebodohan Nashara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu menjelaskan tentang sifat sombong yang menyebabkan kaum Yahudi melampaui batas dalam menolak kebenaran:
“Telah diketahui bahwa Ibrahim Al-Khalil ‘alaihissalam adalah pemimpin ahli tauhid kaum muslimin setelahnya, sebagaimana (Allah Subhanahu wa Ta’ala) menjadikannya sebagai pemimpin dan imam. serta para rasul dari keturunan beliau datang setelahnya. Maka orang Yahudi dan Nashara pun membuat berbagai macam bid’ah yang menyebabkan mereka keluar dari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mereka diperintahkan untuk mengikutinya, yaitu Islam dalam arti umum (yakni agama para rasul). Oleh karenanya kita diperintahkan untuk mengatakan:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan pula yang sesat.” (Al-Fatihah: 6-7)
Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
الْيَهُوْدُ مَغْضُوْبٌ عَلَيْهِمْ وَالنَّصَارَى ضَالُّوْنَ
“Yahudi itu dimurkai dan kaum Nashara adalah orang-orang yang sesat”. (HR. Tirmidzi dari ‘Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu, dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no 8202)
Masing-masing dari dua umat ini (Yahudi dan Nashara) telah keluar dari Islam. Dan salah satu dari dua lawan Islam (yaitu kesombongan dan kesyirikan) lebih mendominasi mereka. Orang Yahudi lebih didominasi sifat sombong dan sedikit kesyirikan pada mereka, sedangkan orang-orang Nashara didominasi perbuatan kesyirikan dan sedikit kesombongan pada mereka. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan hal itu dalam kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Yahudi:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِي إسْرَائِيْلَ لاَ تَعْبُدُوْنَ إلاَّ اللهَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah.” (Al-Baqarah: 83)
Dan ini merupakan pokok keislaman. Hingga firman-Nya:
وَآتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ بِمَا لاَ تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيْقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيْقًا تَقْتُلُوْنَ
“Dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada ‘Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian lalu kalian angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh?” (Al-Baqarah: 87)
Lafadz yang berbentuk pertanyaan ini adalah sikap mengingkari perbuatan mereka dan celaan atas mereka, dan mereka dicela atas apa yang telah mereka lakukan. Setiap kali datang seorang rasul kepada mereka yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya, mereka pun menyombongkan diri. Bahkan mereka membunuh sebagian nabi dan mendustakan sebagian yang lain, Inilah keadaan orang yang sombong yang tidak mau menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menafsirkan sombong dalam hadits yang shahih dengan makna menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Dalam Shahih Muslim dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ النَّارَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيْمَانٍ وَلاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidaklah masuk neraka orang yang terdapat dalam hatinya seberat semut dari keimanan, dan tidaklah masuk surga orang yang dalam hatinya ada seberat semut dari kesombongan.”
Lalu ada seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah, seseorang menyukai pakaiannya indah dan sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?” Maka beliau menjawab: “Bukan. Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan menyukai keindahan, akan tetapi kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
Bathar kebenaran artinya mengingkari dan menolaknya; dan ghamt terhadap manusia artinya menghinakan dan merendahkan mereka. Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut kesombongan tersebut dalam firman-Nya:
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لاَ يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيْلَ الرُّشْدِ لاَ يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلاً وَإِنْ يَرَوْا سَبِيْلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلاً
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka, jika melihat tiap-tiap ayat (Ku), tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya.” (Al-A'raf: 146)
Dan inilah keadaan orang yang tidak mengamalkan ilmunya bahkan mengikuti hawa nafsunya. Dialah orang yang menyimpang, sebagaimana firman-Nya:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ. وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إلَى اْلأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan jika Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.” (Al-A'raf: 175-176)
Dan ini seperti keadaan para ulama jahat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman tatkala Musa ‘alaihissalam kembali kepada mereka:
وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوْسَى الْغَضَبُ أَخَذَ اْلأَلْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِيْنَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُوْنَ
“Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Rabbnya.” (Al-A'raf: 154)
Maka orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, berbeda keadaannya dengan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana firman-Nya:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (An-Nazi’at: 40-41)
Maka orang-orang sombong yang mengikuti hawa nafsunya, dipalingkan dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka tidak mengilmui dan memahaminya. Tatkala mereka meninggalkan pengamalan terhadap apa yang telah mereka ketahui disebabkan kesombongan dan mengikuti hawa nafsu, maka mereka diberi hukuman dengan dihalangi dari ilmu dan pemahaman. Sebab ilmu akan memerangi orang yang bersikap sombong sebagaimana aliran air meninggalkan tempat yang tinggi.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan pula yang sesat.” (Al-Fatihah: 6-7)
Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
الْيَهُوْدُ مَغْضُوْبٌ عَلَيْهِمْ وَالنَّصَارَى ضَالُّوْنَ
“Yahudi itu dimurkai dan kaum Nashara adalah orang-orang yang sesat”. (HR. Tirmidzi dari ‘Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu, dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no 8202)
Masing-masing dari dua umat ini (Yahudi dan Nashara) telah keluar dari Islam. Dan salah satu dari dua lawan Islam (yaitu kesombongan dan kesyirikan) lebih mendominasi mereka. Orang Yahudi lebih didominasi sifat sombong dan sedikit kesyirikan pada mereka, sedangkan orang-orang Nashara didominasi perbuatan kesyirikan dan sedikit kesombongan pada mereka. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan hal itu dalam kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Yahudi:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِي إسْرَائِيْلَ لاَ تَعْبُدُوْنَ إلاَّ اللهَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah.” (Al-Baqarah: 83)
Dan ini merupakan pokok keislaman. Hingga firman-Nya:
وَآتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ بِمَا لاَ تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيْقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيْقًا تَقْتُلُوْنَ
“Dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada ‘Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian lalu kalian angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh?” (Al-Baqarah: 87)
Lafadz yang berbentuk pertanyaan ini adalah sikap mengingkari perbuatan mereka dan celaan atas mereka, dan mereka dicela atas apa yang telah mereka lakukan. Setiap kali datang seorang rasul kepada mereka yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya, mereka pun menyombongkan diri. Bahkan mereka membunuh sebagian nabi dan mendustakan sebagian yang lain, Inilah keadaan orang yang sombong yang tidak mau menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menafsirkan sombong dalam hadits yang shahih dengan makna menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Dalam Shahih Muslim dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ النَّارَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيْمَانٍ وَلاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidaklah masuk neraka orang yang terdapat dalam hatinya seberat semut dari keimanan, dan tidaklah masuk surga orang yang dalam hatinya ada seberat semut dari kesombongan.”
Lalu ada seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah, seseorang menyukai pakaiannya indah dan sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?” Maka beliau menjawab: “Bukan. Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan menyukai keindahan, akan tetapi kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
Bathar kebenaran artinya mengingkari dan menolaknya; dan ghamt terhadap manusia artinya menghinakan dan merendahkan mereka. Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut kesombongan tersebut dalam firman-Nya:
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لاَ يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيْلَ الرُّشْدِ لاَ يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلاً وَإِنْ يَرَوْا سَبِيْلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلاً
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka, jika melihat tiap-tiap ayat (Ku), tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya.” (Al-A'raf: 146)
Dan inilah keadaan orang yang tidak mengamalkan ilmunya bahkan mengikuti hawa nafsunya. Dialah orang yang menyimpang, sebagaimana firman-Nya:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ. وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إلَى اْلأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan jika Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.” (Al-A'raf: 175-176)
Dan ini seperti keadaan para ulama jahat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman tatkala Musa ‘alaihissalam kembali kepada mereka:
وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوْسَى الْغَضَبُ أَخَذَ اْلأَلْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِيْنَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُوْنَ
“Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Rabbnya.” (Al-A'raf: 154)
Maka orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, berbeda keadaannya dengan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana firman-Nya:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (An-Nazi’at: 40-41)
Maka orang-orang sombong yang mengikuti hawa nafsunya, dipalingkan dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka tidak mengilmui dan memahaminya. Tatkala mereka meninggalkan pengamalan terhadap apa yang telah mereka ketahui disebabkan kesombongan dan mengikuti hawa nafsu, maka mereka diberi hukuman dengan dihalangi dari ilmu dan pemahaman. Sebab ilmu akan memerangi orang yang bersikap sombong sebagaimana aliran air meninggalkan tempat yang tinggi.
No comments:
Post a Comment