Macam-macam Syirik

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray

1. Berdoa kepada selain Allah Ta’ala

Berdoa kepada selain Allah Ta’ala termasuk perbuatan syirik besar yang telah dilarang oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ

"Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu seru (berdoa) kepada mereka, maka mereka tidak mendengar seruanmu, dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh (Allah) Yang Maha Mengetahui." (Fathir: 13-14)

Orang yang berdoa kepada selain Allah Ta’ala juga termasuk dalam golongan orang-orang yang zhalim karena telah melakukan kezhaliman terbesar (syirik), sebagaimana firman-Nya:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah kamu menyembah (berdoa) kepada apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.” (Yunus: 106)


Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam Kitab Tauhid menyebutkan ayat di atas pada bab, “Termasuk perbuatan syirik, seorang yang ber- Istighotsah (meminta tolong ketika musibah) atau berdoa kepada selain Allah.” (Kitabut Tauhid, Bab ke-13)

Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata, “Dalam ayat ini terdapat nash bahwa berdoa dan istighotsah kepada selain Allah Ta’ala merupakan syirik besar. Oleh karenanya Allah Ta’ala berfirman (pada ayat setelahnya): “Apabila Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu maka tidak ada yang mampu menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah ingin memberikan kebaikan kepadamu maka tidak ada yang sanggup menolak keutamaannya”. (Yunus: 107).” (Taysirul ‘Azizil Hamid fi Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 237)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata, “Dalam ayat ini terdapat penjelasan bahwa setiap yang dipanjatkan doa kepadanya adalah sesembahan (ilah). Sedangkan penyembahan itu hanyalah hak Allah Ta’ala yang tidak boleh dipersembahkan kepada selain-Nya sedikit pun.” (Fathul Majid li Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 164)

Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata: “Ayat ini menunjukkan larangan berdoa kepada selain Allah Ta’ala, baik doa permohonan maupun doa ibadah. Allah Ta’ala telah melarang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berdoa kepada selain Allah Ta’ala dengan larangan yang keras, padahal beliau adalah pemimpin orang-orang yang bertakwa dan bertauhid.” (At-Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 249)

Para Ulama menjelaskan bahwa doa ada dua bentuk:
Pertama: Doa ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Karena seorang yang melakukan ibadah-ibadah tersebut berarti ia memohon rahmat dan ampunan kepada Allah Ta’ala dengan ibadah yang ia lakukan. Bentuk pertama ini apabila dipersembahkan kepada selain Allah Ta’ala adalah termasuk perbuatan syirik besar (secara mutlak).

Kedua: Doa permohonan (tholab), seperti memohon suatu kemanfaatan atau terhindar dari suatu kemudharatan. Bentuk yang kedua ini apabila dipersembahkan atau diminta kepada selain Allah Ta’ala termasuk perbuatan syirik besar jika tidak terpenuhi padanya tiga syarat:
1. Permohonan tersebut mampu dikabulkan oleh orang yang diminta
2. Orang tersebut masih hidup
3. Orang tersebut hadir dan atau mampu mendengarkan permohonan kepadanya
(lihat Syarh Tsalatsatil Ushul, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah, dicetak dalam Jami’ Syarah Tsalatsatil Ushul, hal. 141-142).


Juga termasuk syirik dalam doa adalah:

• Isti’anah (minta tolang) kepada selain Allah Ta’ala

• Istighotsah (meminta tolong ketika musibah) kepada selain Allah Ta’ala

• Isti’adzah (mohon perlindungan) kepada selain Allah Ta’ala

• Memohon syafa’at kepada selain Allah Ta’ala,
Semua dengan perincian sebagaimana dalam doa tholab di atas.

• Berdoa kepada para wali yang sudah meninggal dengan dalih tawassul, yakni ia menjadikan wali tersebut sebagai perantara untuk berdoa kepada Allah Ta’ala. Tawassul seperti ini bukanlah tawassul yang sesuai dengan sunnah, bahkan ia termasuk syirik menurut kesepakatan (ijma’) Ulama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa menjadikan makhluq sebagai perantara antara dirinya dengan Allah Ta’ala, sehingga ia berdoa kepada para perantara tersebut, memohon dan bertawakkal kepada mereka, maka ia kafir berdasarkan ijma’.” (Al-Mulakhkhosul Fiqhi, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 2/450)

• Tabarruk (memohon berkah atau mengharapkannya) kepada selain Allah Ta’ala juga termasuk syirik besar, karena seorang yang melakukannya telah bergantung kepada selain Allah Ta’ala dalam meraih suatu keberkahan sebagaimana para penyembah berhala memohon berkah kepada berhala-berhala mereka. Maka seorang yang ber-tabarruk dengan kuburan para wali atau dengan pohon-pohon dan batu-batuan, sama halnya dengan para penyembah berhala yang ber-tabarruk dengan Lata, Uzza dan Manat (lihat Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqod, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 74-75).

Sahabat yang mulia, Al-Harits bin ‘Auf Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu’anhu pernah menceritakan:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما خرج إلى غزوة حنين مر بشجرة للمشركين كانوا يعلقون عليها أسلحتهم يقال لها : ذات أنواط . فقالوا : يا رسول الله اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " سبحان الله هذا كما قال قوم موسى ( اجعل لنا إلها كما لهم آلهة ) والذي نفسي بيده لتركبن سنن من كان قبلكم "

“Bahwa ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berangkat menuju perang Hunain, beliau melewati sebuah pohon yang dijadikan tempat menggantungkan senjata-senjata oleh kaum musyrikin (untuk meminta berkah dari pohon tersebut). Pohon tersebut dinamakan dzatu amwath, maka kaum muslimin pun berkata, “Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami dzatu amwath sebagaimana milik mereka”. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Subhanallah, perkataan kalian sama dengan perkataan kaumnya Musa, “Buatkanlah kami sesembahan sebagaimana sesembahan mereka”, demi (Allah) yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan kaum sebelum kalian”.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2335, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Misykah, no. 5408)

No comments:

Post a Comment