Penyebab Terjadinya Perpecahan
Penulis: Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
http://darussalaf.or.id/stories.php?id=86
َإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ. فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ زُبُراً كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah-belah menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).” (Al-Mukminun: 52-53)
Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu”
Yaitu agama kalian –wahai para Nabi– adalah agama yang satu, dan ajaran yang satu yaitu menyeru untuk beribadah hanya kepada Allah k, tidak ada sekutu bagi-Nya (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248). Maka lafadz ‘umat’ yang dimaksud dalam ayat ini adalah agama.
فَتَقَطَّعُوا
Maknanya adalah
افْتَرَقُوا
(berpecah belah).
Yaitu, para umat menjadikan agama mereka yang satu menjadi beberapa agama, setelah mereka diperintahkan untuk bersatu. (Tafsir Al-Qurthubi, 12/129)
زُبُراً
Makna zubur dalam ayat ini diperselisihkan.
Ada yang mengatakan bahwa zubur adalah jamak dari zabuur yang berarti kitab-kitab, yaitu mereka mengarang kitab-kitab dan kesesatan yang mereka susun. Ini adalah pendapat Ibnu Zaid.
Adapula yang mengatakan bahwa mereka memecah belah kitab-kitab, satu kelompok mengikuti shuhuf (lembaran-lembaran), satu kelompok lagi mengikuti Taurat, kelompok lainnya mengikuti Zabur, dan yang lain mengikuti Injil. Kemudian mereka mengubah semua (kitab) tersebut. Pendapat ini disebutkan oleh Qatadah.
Ada pula yang berkata bahwa maknanya adalah setiap kelompok beriman dengan satu kitab dan mengingkari kitab-kitab lainnya.
Adapula yang membaca dengan mem-fathah-kan huruf zay (زَبُراً ), yang maknanya adalah potongan-potongan seperti potongan besi. Dan ini termasuk qira‘ah (bacaan) Al-A’masy dan Abu ‘Amr. (lihat Tafsir Al-Qurthubi, 12/130)
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).”
Yaitu setiap kelompok suka dengan kesesatan yang ada padanya karena mereka menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang diberi petunjuk. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248)
Penjelasan Makna Ayat
Al-Allamah As-Sa’di t berkata:
“Sesungguhnya ini adalah umat kalian, yaitu jamaah kalian –wahai sekalian para rasul– adalah jamaah yang satu, yang bersepakat di atas satu agama, dan Rabb kalian pun hanyalah satu. Maka bertakwalah kalian kepada-Ku, dengan menjalankan perintah-Ku dan menjauhi larangan-Ku. Dan sungguh Allah k telah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para rasul, karena para rasul-lah yang mereka jadikan sebagai panutan, dan di belakang rasul pula mereka berjalan. Sehingga Allah k berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (Al-Baqarah: 172)
Oleh karena itu, wajib bagi setiap orang yang menisbahkan dirinya kepada para nabi dan juga yang lainnya untuk mematuhi hal ini dan mengamalkannya. Namun orang-orang dzalim dan memecah-belah tidaklah menghendaki melainkan penyimpangan. Oleh karena itu Allah k menyatakan selanjutnya: “Mereka telah berpecah belah dalam perkara mereka menjadi kelompok-kelompok”. Setiap kelompok merasa senang dengan ilmu dan agama yang ada pada mereka dan mengklaim bahwa merekalah yang benar, sedangkan yang lainnya tidak di atas kebenaran. Padahal yang berada di atas kebenaran di antara mereka adalah yang berada di atas jalan para rasul, dengan memakan makanan yang baik dan halal, beramal shalih. Sedangkan yang selain itu, maka mereka berada di atas kebatilan.” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 554)
Nampak dari ayat ini, bahwa ada dua hal pokok yang menjadi prinsip dakwah para nabi dan rasul pada setiap zaman dan generasi, yaitu:
Pertama: mentauhidkan Allah k dalam beribadah kepada-Nya
Kedua: menyatukan umat manusia agar berjalan di atasnya dan tidak berpecah-belah.
Adapun tauhidullah, maka hal ini diambil dari firman-Nya
وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku”. Allah k telah menjadikannya sebagai asas dakwah para nabi dan Rasul, sehingga tidaklah terjadi perbedaan di antara mereka dalam hal mengajak manusia untuk memurnikan segala bentuk ibadah kepada Allah k, dan meninggalkan segala bentuk praktek kesyirikan yang terjadi di tengah-tengah umatnya. Allah k berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اُعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيْرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 36)
Dan firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian.” (Al-Anbiya`: 25)
Dan firman-Nya:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوْحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan bagimu selain-Nya.’ Sesung-guhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah k), aku takut kamu akan ditimpa adzab hari yang besar (kiamat).” (Al-A’raf: 59)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Allah k yang menguatkan dakwah tauhid tersebut.
Adapun yang kedua, yaitu mempersatukan umat di atas tauhid dan menghindari perpecahan, maka diambil dari firman-Nya
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu”, dan juga firman-Nya
فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ زُبُراً
“Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah-belah menjadi beberapa pecahan.”
Ayat Allah k yang mulia ini menjelaskan bahwa hakekat persatuan umat adalah dengan menyembah Allah k berdasarkan syariat yang dibawa oleh para rasul, baik dalam akidah maupun ibadah. Dan umat disatukan di atas syariat tersebut, sehingga Rabb mereka satu, agama mereka satu, akidah mereka satu, dan Nabi mereka pun satu, yang dijadikan sebagai imam yang mereka berjalan di atas syariatnya. Dan tujuan mereka pun satu yaitu untuk meninggikan kalimat Allah k dalam diri-diri mereka dan juga dalam diri orang lain. Dan dengan harapan yang satu, yaitu memperoleh keridhaan Allah k dan jannah (surga)-Nya, serta selamat dari kemurkaan dan neraka-Nya.
Namun yang terjadi, kebanyakan umat mengamalkan selain apa yang telah diperintahkan kepada mereka. Sehingga mereka pun terpecah menjadi berkelompok-kelompok, dan masing-masingnya memiliki pengikut. Dan mereka menjadi kelompok-kelompok yang saling membenci satu sama lain, saling memusuhi, di mana setiap kelompok mengklaim bahwa dialah yang berada di atas kebenaran, dan selainnya di atas kebatilan. Setiap kelompok berbangga diri terhadap apa yang ada pada mereka.
Padahal perselisihan tidaklah selalu membuahkan perpecahan dan tidak selalu memberi pengaruh yang negatif dalam persatuan umat, kecuali apabila hal tersebut terjadi dalam perkara prinsip-prinsip agama dan akidah, seperti tauhid dengan tiga pembagiannya. Maka barangsiapa yang berkeyakinan bolehnya beristighatsah kepada makhluk dalam perkara yang tidak ada sesuatupun yang mampu melakukannya kecuali Allah k, atau tidak ambil pusing (masa bodoh) dengan orang-orang yang thawaf di kuburan, dan bahkan memberi kesempatan kepada orang-orang yang ber-taqarrub (mendekatkan diri) dan bernadzar kepada kuburan, lalu menyeru para penyembah kubur untuk mendatanginya dan memberikan dorongan kepadanya untuk mengambil kebaikan dan menolak keja-hatan, dan menganggap bahwa orang yang melakukan hal tersebut tidak mengeluarkannya dari Islam, bahkan tetap menganggapnya sebagai saudara, menjadikannya sebagai salah satu anggota dalam berdakwah, maka sesungguhnya dengan hal tersebut dia telah menggugurkan tauhid uluhiyyah.
No comments:
Post a Comment