Mengenal Sifat Yahudi dan Nashara (1)

تَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِيْنَ آمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ أَشْرَكُواْ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَّوَدَّةً لِّلَّذِيْنَ آمَنُوا الَّذِيْنَ قَالُوَاْ إِنَّا نَصَارَى ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيْسِيْنَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لاَ يَسْتَكْبِرُوْنَ
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (Al-Ma`idah: 82)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
لَتَجِدَنَّ
“Sesungguhnya kamu dapati”. Huruf lam yang terdapat pada awal kata ini sebagai jawaban dari sumpah, yang memberi faedah penekanan atas kalimat tersebut. Demikian pula nun pada akhir kata yang di-tasydid, memberi penekanan yang sangat kuat akan kebenaran berita yang disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
قِسِّيْسِيْنَ
Bentuk jamak dari qissis, yang berasal dari kata qassa, yang berarti mencari sesuatu dan menelitinya. Al-Qissis maknanya adalah seorang alim. Adapun dalam ayat ini, yang dimaksud adalah orang-orang yang mengikuti para ulama dan ahli ibadah. Adapun bentuk jamak qissis dalam bentuk jamak taksir adalah qasawisah (قَسَاوِسَة). Lafadz ini ada kemungkinan berasal dari bahasa Arab yang asli dan ada kemungkinan pula berasal dari bahasa Romawi di mana kemudian orang Arab menyerapnya sehingga menjadi bahasa mereka. Sebab dalam Al-Qur`an tidak ada bahasa lain kecuali bahasa Arab. (lihat Tafsir Al-Qurthubi)
وَرُهْبَانًا
Bentuk jamak dari rahib, yang berarti ahli ibadah. Tarahhub berarti beribadah di kuil peribadatan. (lihat Tafsir Al-Qurthubi dan Tafsir Al-Alusi)

Penjelasan Makna Ayat
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Engkau –wahai Muhammad– pasti akan mendapati manusia yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang membenarkanmu, mengikutimu, dan membenarkan apa yang engkau bawa kepada pemeluk Islam, adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik, para penyembah berhala yang menjadikan berhala-berhala tersebut sebagai sesembahan yang mereka sembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan engkau mendapati orang yang paling dekat kecintaannya kepada orang-orang yang beriman yang membenarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah orang-orang yang mengatakan: ‘Kami adalah Nashara’, sebab di antara mereka ada yang mengikuti para ulama dan ahli ibadah, dan mereka tidak menyombongkan diri dari menerima kebenaran dan mengikutinya, serta tunduk kepadanya”. (Tafsir At-Thabari)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman untuk menjelaskan salah satu dari dua kelompok yang paling dekat dengan kaum muslimin dalam sikap loyal dan kecintaan mereka, dan kelompok yang paling jauh dari mereka: “Engkau pasti mendapati bahwa manusia yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik”.
Dua kelompok ini adalah manusia yang paling keras permusuhannya secara mutlak terhadap Islam dan kaum muslimin serta yang paling sering mendatangkan kemudaratan bagi mereka, disebabkan sikap kesombongan, dengki, menentang dan kekufuran mereka.
Dan “Engkau pasti mendapati bahwa manusia yang paling dekat kecintaannya kepada orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata: ‘Kami adalah Nashara’.” Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan beberapa sebab tentang hal itu. Antara lain, adanya para ulama yang zuhud dan para ahli ibadah di kuil-kuil peribadatan mereka.
Ilmu yang dibarengi sifat zuhud dan semangat ibadah merupakan perkara yang melembutkan hati dan meluluhkannya, serta menghilangkan sikap kasar dan keras. Oleh karenanya tidak ditemukan pada mereka sikap keras orang Yahudi dan kekasaran orang-orang musyrikin.
Dan di antaranya pula bahwa mereka tidak menyombongkan diri. Tidak terdapat pada mereka kesombongan dan congkak dari mengikuti kebenaran. Hal tersebut menyebabkan dekatnya mereka kepada kaum muslimin dan menimbulkan rasa cinta. Karena orang yang bersikap tawadhu’ (merendah diri) itu lebih dekat kepada kebaikan daripada orang yang sombong. (Taisir Al-Karimirrahman)
Dan pada ayat yang setelahnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang kelunakan hati mereka untuk menerima kebenaran yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُوْلِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيْضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِيْنَ
“Dan apabila mereka mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mengucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur`an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata: “Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi) atas kebenaran Al-Qur`an dan kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Al-Ma`idah: 83)

Siapakah Nashara yang Dimaksud Ayat Ini?
Terjadi perselisihan di kalangan para ulama tentang siapa yang dimaksud dengan kaum Nashara yang tersebut di dalam ayat ini.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Raja Najasyi dan para sahabatnya yang telah masuk Islam, tatkala kaum muslimin berhijrah pertama kali ke Habasyah dalam rangka menghindari gangguan kaum musyrikin. Ini merupakan pendapat Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ibnu ‘Abbas, As-Suddi, dan yang lainnya.
Adapula yang mengatakan bahwa mereka adalah kaum yang beriman kepada syariat Nabi Isa ‘alaihissalam, yang setelah diutusnya Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka lalu beriman dan mengikuti beliau. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Qatadah. Ia berkata: “Mereka adalah beberapa orang dari kalangan ahli kitab yang dahulu berada di atas syariat yang benar yang dibawa oleh Isa ‘alaihissalam. Mereka beriman dan merujuk kepadanya. Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus Nabi-nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka membenarkan dan mengimaninya, serta meyakini bahwa apa yang beliau bawa adalah kebenaran, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memuji mereka.” (Tafsir Ath-Thabari)

Namun At-Thabari rahimahullahu menguatkan bahwa ayat ini bersifat umum, meliputi setiap kaum Nashara yang luluh hatinya setelah sampai kebenaran kepadanya. Beliau mengatakan:
“Pendapat yang benar menurutku dalam hal ini adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat satu kaum yang mereka mengatakan: ‘Kami adalah Nashara, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati mereka sebagai manusia yang paling dekat kecintaannya kepada orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, dan Allah tidak menyebut nama-nama mereka. Sehingga ada kemungkinan yang dimaksud adalah para pengikut Najasyi, dan ada kemungkinan pula yang dimaksud adalah satu kaum yang mereka dahulu di atas syariat ‘Isa, lalu mereka menemukan Islam (yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen.). Mereka kemudian masuk Islam tatkala mendengar Al-Qur`an dan meyakini bahwa itu adalah kebenaran, dan mereka tidak menyombongkan diri”.
Dan pendapat ini juga dikuatkan oleh Al-Alusi rahimahullahu dalam tafsirnya. (Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Alusi)

No comments:

Post a Comment